Showing posts with label Enzim. Show all posts
Showing posts with label Enzim. Show all posts

03 November 2014

Daya Cerna Protein

Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dicerna oleh enzim pencernaan protease. Daya cerna protein juga dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan. 

Daya cerna protein tinggi dapat diartikan protein dihidrolisis dengan baik menjadi asam-asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Daya cerna protein rendah berarti protein sulit untuk dihidrolisis menjadi asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses.
Daya cerna protein adalah salah satu faktor yang menentukan nilai gizi protein karena menentukan ketersediaan asam amino secara biologis. Daya cerna yang rendah berarti protein yang masuk ke tubuh tidak dapat dicerna dengan sempurna sehingga asam-asam amino yang terkandung tidak dapat diserap dan digunakan oleh tubuh. Hal ini dapat menurunkan mutu protein suatu makanan serta menimbulkan malnutrisi protein bagi konsumennya.

Penentuan daya cerna protein dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro. Metode in vivo seringkali dianggap mahal dan terlalu lama. Daya cerna protein yang ditetapkan secara in vivo dinyatakan sebagai perbandingan antara jumlah N yang diserap dengan jumlah N yang dikonsumsi, tanpa memperhatikan N yang terdapat dalam urin. Perhitungan daya cerna hanya memperhatikan nitrogen yang terdapat di dalam feses dan dianggap mencerminkan jumlah protein yang dapat dicerna oleh tubuh. Metode in vitro lebih praktis dan dengan cara menggunakan enzim-enzim pencernaan dan membuat kondisi yang mirip dengan yang sesungguhnya terjadi dalam pencernaan tubuh manusia. Beberapa macam enzim protease yang telah digunakan antara lain pepsin, pankreatin, tripsin, kimotripsin, peptidase, atau campuran dari beberapa macam enzim tersebut (multi-enzim).

28 October 2014

Hidrolisat Protein Ikan dan Aplikasinya

Hidrolisat protein ikan merupakan hasil hidrolisis protein ikan menggunakan bantuan bahan-bahan tambahan seperti enzim, asam, dan basa. Hidrolisis protein ikan menghasilkan produk yang lebih sederhana seperti asam amino. Ikatan-ikatan peptida antara asam-asam amino pembentuk protein diputus dengan bantuan katalisator.
Hidrolsat protein ikan
Hidrolisat protein ikan dapat diproduksi menggunakan protein ikan baik dari seluruh tubuh ikan maupun dari hasil samping yang sudah tidak dimanfaatkan. Proses penangkapan ikan kadang kala menghasilkan by catch (bukan merupakan tangkapan utama alat tangkap ikan). Produksi produk perikanan juga menghasilkan limbah yang tidak dimanfaatkan. By catch dan hasil samping merupakan input yang penting dalam proses pembuatan hidrolisat protein ikan.

Hidrolisat protein ikan dapat dibuat dengan cara hidrolisis enzimatis. Hidrolisis enzimatis menggunakan enzim sebagai katalisator pemutusan ikatan peptida. Daging ikan dihomogenisasi sehingga dihasilkan homogenat. Enzim ditambahkan ke dalam homogenat dan dihidrolisis pada suhu, waktu, dan pH yang sesuai untuk memperoleh aktivitas optimal enzim. Proses dilanjutkan dengan inaktivasi enzim (pengaturan suhu dan pH). Supernatan dikumpulkan menggunakan filtrasi ataupun sentrifugasi. Hidrolisat protein ikan dihasilkan setelah supernatan mendapat perlakuan dehidrasi.

Hidrolisat protein ikan dapat digunakan untuk pakan. Saat ini penelitian sedang dilakukan untuk memanfaatkan hidrolisat protein ikan sebagai bahan pangan. Hasil penelitian menyebutkan hidrolisat protein ikan potensial sebagai antihipertensi, antioksidan, dan bisa dimanfaatkan sebagai neutraceutical.

10 July 2014

Melanosis pada Udang

Apakah ada diantara teman-teman yang pernah melihat perubahan warna pada udang setelah mati? Udang yang dijual di toko atau supermarket mengalami perubahan warna menjadi kehitaman. Udang mengalami perubahan warna menjadi kehitaman akibat reaksi enzimatis di dalamnya.

Phenoloxidase bertanggung jawab terhadap perubahan warna yang disebut dengan melanosis pada jenis krustasea yaitu lobster, udang, dan kepiting. Perubahan warna yang disebut juga dengan black spot memiliki konotasi berupa penurunan mutu, penurunan penerimaan konsumen terhadap produk, dan penurunan nilai jual produk di pasaran

Polyphenoloxidase mengkatalis terjadinya dua reaksi dasar pada tirosin. Enzim mengkatalis hidroksilasi ke posisi O yang berdekatan dengan hidroksil yang lain. polyphenoloxidase menggunakan substrat berupa fenol dan O2. Reaksi kedua adalah oksidasi dari diphenol menjadi o-benzoquinon, yang selanjutnya teroksidasi menjadi melanin (produk berwarna coklat) melalui mekanisme non enzimatis.

Usaha pencegahan perlu dilakukan sebelum enzim aktif mengkatalis reaksi oksidasi. Banyak yang dapat dilakukan seperti menggunakan senyawa antioksidan, penggunaan inhibitor, penggunaan perlakuan-perlakuan fisik (suhu dan tekanana). Penelitian mengenai penghambat enzim yang efektif masih terus dilakukan.

08 October 2013

Blackspot pada Udang

Udang merupakan biota perairan yang banyak digemari. Udang bisa diolah menjadi berbagai macam makanan yang lezat. Udang selain diproduksi untuk kebutuhan dalam negeri juga diekspor untuk memenuhi permintaan pasar dunia. Tetapi dibalik lezatnya udang, terdapat suatu proses di dalam tubuhnya yang penting bagi udang itu sendiri. Proses di dalam tubuh udang itu dibantu oleh enzim yang disebut polyphenoloxidase.

Polyphenoloxidase merupakan enzim yang penting bagi udang terutama dalam hal pembentukan cangkang baru. Selain itu juga penting dalam hal penyembuhan luka. Apakah teman-teman tahu yang disebut dengan molting?  Enzim ini berperan dalam proses tersebut.

Enzim ini juga menyebabkan kemunduran mutu setelah kematian udang. Hal ini tentunya cukup merugikan karena mengurangi penerimaan konsumen. Kemunduran mutu udang tersebut sering disebut dengan blackspot. Blackspot/melanosis merupakan fenomena yang terjadi pada udang selama penyimpanan.

Blackspot/melanosis adalah proses yang dipicu oleh mekanisme biokimia akibat oksidasi fenol menjadi quinon melalui kompleks enzim yang disebut polyphenoloxidase. Proses ini diikuti oleh polimerasi nonenzimatik quinon sehingga menimbulkan senyawa pigmen dengan berat bermolekul tinggi dan sangat gelap. Proses degeneratif pada udang terjadi saat post mortem. Walaupun timbulnya warna tidak berbahaya bagi konsumen, namun secara drastis mengurangi nilai pasar produk dan menyebabkan kerugian yang cukup tinggi